Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa qalam (pena) adalah makhluk yang Allah ciptakan setelah arsy (singgasana) Allah. Hal ini berkaitan dengan pentingnya ilmu bagi keberlangsungan kehidupan ini. Hal ini juga menguatkan maksud dan tujuan ayat pertama yang diterima Nabi Muhammad adalah iqra (bacalah).
Kedua hal itu menjadi landasan bagi Nabi Muhammad SAW mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik lelaki ataupun perempuan. Begitulah urgensi ilmu dalam ajaran Islam. Sebuah peradaban manusia tidak akan berkembang tanpa adanya ilmu pengetahuan.
Dalam khazanah Islam, seseorang yang memiliki ilmu disebut sebagai Alim, kosa kata Bahasa Arab yang jika dirubah dalam bentuk plural menjadi ulama. Seseorang yang memiliki ilmu, Allah SWT menjamin derajatnya akan ditinggikan dalam kehidupan dunia apalagi akhirat. Tapi ternyata, tidak semua orang yang berilmu memiliki derajat yang agung.
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Imam Azzarnujy, dituliskan sebuah syair milik Imam Ajal Burhanuddin. Syair tersebut jika diterjemahkan berbunyi demikian,
Kerusakan besar (adalah) seorang alim yang tidak tahu malu
Dan lebih besar lagi daripada itu seorang yang bodoh yang taklid
Keduanya malapetaka yang besar di alam semesta
Bagi siapa saja yang berpegang terhadap keduanya
Dalam syair itu, disebutkan ada satu jenis orang alim yang akan membawa kerusakan, adalah alimun mutahattikun. Dalam syarh kitab ta’limul muta’allim karangan Syaikh Ibrahim bin Ismail, alimun mutahattikun digambarkan sebagai seorang yang berilmu namun melakukan pelanggaran-pelanggaran, terutamnya pelanggaran syariat.
Tidak semata-mata melakukan pelanggaran-pelanggaran syariat, atau hal buruk lainnya, tapi juga mempertontonkannya di hadapan publik. Sehingga orang berilmu tersebut berpotensi menyesatkan orang lain, tidak hanya sesat bagi dirinya sendiri.
Sementara seorang bodoh yang taklid, mengikuti secara membabi buta, berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat, karena berpotensi mengikuti orang alim yang tidak tahu malu, tanpa ada penapisan (filter) atas apa yang dia terima.
Itulah dua hal buruk yang akan merusak kehidupan bermasyarakat. Menjadi orang yang berilmu harus diimbangi dengan peningkatan ketakwaan, rasa malu, kerendahan hati, dan perubahan perilaku lainnya. Tidak cukup bagi seseorang hanya belajar banyak materi pembelajaran, tanpa mengetahui nilai moral yang terkandung di dalamnya.